SINTANG, KN – Wakil Bupati Sintang Drs. Askiman, MM yang juga Ketua Tim Koordinasi Pembina Pembangunan Perkebunan Kabupaten (TKP3K) memimpin jalannya rapat membahas persoalan pengembangan usaha perkebunan terkait permasalahan investasi perkebunan kelapa sawit.
Askiman, menyampaikan bahwa ada lokasi perkebunan di Sungai Maram Kecamatan Kelam Permai yang dinyatakan status quo karena belum selesainya masalah Hak Guna Usaha.
“saya juga melihat pelaksanaan Coorporate Social Responsbility (CSR) belum baik. Masih banyak jalan di lingkungan perusahaan yang tidak mau diperbaiki oleh perkebunan, jalan banyak hancur, perusahaan tidak mau memelihara. Masyarakat juga mengeluhkan tidak adanya CSR perusahaan untuk fasilitas umum seperti sarana ibadah. CSR itu wajib 5 persen dari keuntungan perusahaan. Tetapi Pemkab Sintang tidak mampu mengontrol, berapa keuntungan perusahaan per tahun” jelas Askiman.
Selain itu kata Askiman, pihaknya juga mendapatkan banyak keluhan soal HGU perusahaan.
“Ada banyak warga yang tidak bisa mendapatkan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dari BPN Kabupaten Sintang. Saat mereka mau mengurus PTSL, ternyata ditolak BPN karena tanah yang mereka ajukan ternyata masuk dalam areal HGU perusahaan tertentu. Padahal mereka merasa tidak pernah menyerahkan tanah mereka itu kepada perusahaan. Mohon ini harus diselesaikan” pinta Askiman.
“HGU PT Grand Mandiri Utama di Sungai Maram agar dibahas kembali oleh perusahaan dengan masyarakat, jangan sampai tanah masyarakat juga masuk dalam areal HGU. Persoalan HGU ini hampir terjadi disemua perusahaan. Saya minta pihak perusahaan menyelesaikan HGU ini” pintanya.
Lanjut Askiman, menerbitkan sertifikat HGU pada tanah warga itu akan menimbulkan masalah. Saya juga mendengar ada lahan yang sudah di ganti rugi tanam tumbuh tetapi sampai sekarang belum di tanam. Masyarakat sudah kasi tanah, tapi belum dikelola oleh perusahaan, padahal mereka mau menyerahkan tanah dengan harapan mendapatkan kebun plasma.
“Ada perusahaan yang mendapatkan ijin 10 ribu, yang dibebaskan 5 ribu dan yang ditanam baru 3 ribu dan 2 ribu belum ditanam. Kalau memang ndak mampu jangan dipaksakan” terang Askiman.
Selain itu, Askiman mempertanyakan mempersoalkan pola kemitraan antara perusahaan dengan warga yang sudah memberikan lahannya.
“Yang namanya mitra berarti berteman. Kalau berteman seharusnya saling membantu, tetapi saya melihat petani dan warga yang sudah menyerahkan tanahnya selalu dirugikan. Soal tanah kas desa, saya mau mengingatkan agar seluruh perusahaan agar komitmen dalam mengalokasikan tanah kas desa ini” tegas Askiman.
Hermanus dari PT. Grand Mandiri Utama menyampaikan status quo yang ditetapkan pada 2017 karena ada gesekan masyarakat Sungai Maram dengan perusahaan.
“pada saat itu disepakati larangan aktivitas di kebun dengan luas sekitar 500 hektar. Soal HGU akan dilakukan evaluasi kembali” terang Hermanus. (SS)