MELAWI – Hingga berakhirnya kontrak pada 2017 lalu, ternyata tiga proyek jalan bernilai miliaran rupiah gagal diselesaikan oleh kontraktor. Proyek-proyek ini kini belum diketahui bagaimana kelanjutannya kedepan.
Tiga proyek tersebut meliputi ruas jalan Ella-Nanga Kalan dengan nilai proyek sebesar Rp 4,658 miliar.
Kemudian ruas jalan Simpang Kebrak – Kayu Bunga dengan pagu Rp 4,89 miliar serta satu lagi paket di wilayah kecamatan Belimbing, yakni ruas jalan Laman Bukit – Nanga Kayan dengan pagu Rp 5 miliar.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Melawi, Makarius Horong di temui di ruang kerjanya, Selasa (16/1) membenarkan adanya sejumlah paket proyek jalan yang gagal terealisasi 100 persen.
“Tiga paket ini didanai melalui DAK 2017. Nilainya bervariasi antara Rp 4 miliar sampai Rp 5 miliar. Hingga berakhirnya kontrak pada Desember lalu, tiga proyek ini tak bisa diselesaikan oleh kontraktor,” jelasnya.
Sementara itu, terkait pembayaran proyek tersebut, Horong menegaskan bahwa instansinya hanya membayar sesuai dengan progress pekerjaan di lapangan. Soal munculnya kabar bahwa PU membayar lebih dari realisasi proyek hal tersebut dibantahnya. “Kita mengacu pada kontrak dari progresnya. Karena ini pakai dana pusat, jadi untuk pencairan dana kita tak bisa karang-karang,” tegasnya.
Dipaparkan Horong, pencairan dana proyek yang dianggarkan melalui DAK selalu menggunakan mekanisme sesuai tahapan proyek dan terlebih dahulu diajukan ke pusat sesuai dengan realisasi di lapangan. Seperti paket jalan Ella-Nanga Kalan yang saat ini baru dibayarkan 50 persen saja dari nilai kontrak keseluruhan.
“Perhitungan di lapangan kalau tidak salah untuk jalan Ella-Nanga Kalan sudah hampir mencapai 80 persen. Karena tak mampu kejar batas waktu kontrak, maka otomatis kontraknya putus walau proyek belum selesai kalau yang lain di atas 50 persen,” katanya.
Menurutnya, tiga paket ini sama-sama gagal diselesaikan hingga berakhirnya kontrak. Dari keluhan sejumlah kontraktor, persoalan cuaca hingga keterbatasan material menjadi alasan proyek-proyek ini terhambat di lapangan. Bahkan pada akhir tahun, banyak kontraktor yang terpaksa harus mengambil batu dan pasir dari wilayah kabupaten Sintang karena stok material di Melawi sedikit.
“Jalan ini merupakan peningkatan jalan di masing-masing ruas dengan beton. Hanya memang banyak hal yang menjadi penyebab pihak pelaksana gagal menyelesaikan pekerjaannya. Belum lagi karena alasan banjir sehingga membuat proyek tak bisa berjalan sesuai waktu dan rencana kerja,” katanya.
Namun, Kata Horong, kalau soal jauhnya lokasi proyek atau medan yang berat, hal ini seharusnya bukan menjadi alasan pelaksana hingga gagal menyelesaikan proyek jalan tersebut. Mengingat kontraktor sudah semestinya mengetahui kondisi medan tempat proyek ini dilaksanakan. “Perusahaan berani ikut lelang, berarti dia sudah berani untuk mengambil resiko pekerjaan,” katanya.
Terhadap tiga pelaksana proyek, Dinas PUPR, jelas Horong tidak melakukan blacklist dengan alasan para pelaksana tidak diputus kontraknya di tengah jalan karena adanya permasalahan atau apapun.
“Ini memang kita hentikan karena kontraknya sudah habis. Putus Kontrak itu kan kalau proyeknya masih ada waktu dan dana, namun kita putuskan di tengah jalan karena misalnya pekerjaannya tak sesuai atau bermasalah,” pungkasnya. (KN/ED)