Oleh: Wahyu Prastowo
Mahasiswa Politeknik Statistika STIS Jakarta Timur
Ketika anda mendengar kata teh, pasti di pikiran anda akan terbayang baunya yang wangi dan rasanya yang menyegarkan.
Teh adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Selama ini, konsumsi teh selalu dikaitkan dengan manfaatnya untuk kesehatan karena kandungan antioksidannya telah terbukti membantu mencegah pembuluh darah dari pengerasan dan dapat meningkatkan kesehatan otak.
Selain itu, studi lain yang diterbitkan dalam jurnal kesehatan Nutrition Bulletin, menemukan bahwa konsumsi teh secara teratur dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes. Bahkan, studi lain menemukan bahwa konsumsi teh dapat mengurangi tingkat stres dibandingkan dengan minuman berkafein lainnya, seperti kopi.
Meminum teh secara teratur juga dapat menyebabkan memiliki kepadatan tulang yang tinggi sehingga memperlambat terjadinya pengeroposan tulang. Penelitian lain juga telah menemukan bahwa peminum teh memiliki peluang yang lebih rendah untuk mengalami kanker kulit, payudara, dan prostat.
Selain itu, kandungan fluoride dalam teh juga dapat melindungi terhadap kerusakan gigi dan penyakit gusi.
Para peneliti juga menemukan bahwa konsumsi teh hijau, yang merupakan salah satu jenis teh terbaik, lebih dari dua cangkir sehari dapat meningkatkan kekebalan tubuh, membantu mempercepat metabolisme tubuh, serta dapat mengurangi risiko terjadinya penurunan daya ingat atau memori otak akibat pertambahan usia.
Namun, kandungan tannin dalam teh dapat mengganggu penyerapan zat besi dalam tubuh. Sebuah studi telah menemukan bahwa konsumsi teh dapat menyebabkan terjadinya pengurangan penyerapan zat besi sebesar 62%.
Selain itu, sebuah studi mengklaim bahwa konsumsi teh lebih dari tujuh cangkir sehari dapat melipatgandakan risiko kanker prostat dibandingkan mereka yang konsumsi teh tiga cangkir atau kurang.
Teh diduga berasal dari Tiongkok, tempat teh telah dikonsumsi selama ribuan tahun.
Sekitar abad ke-16, waktu Portugis memperluas kekuasaan mereka, minuman ini diimpor ke Eropa dan segera menjadi populer sehingga Portugis dan Belanda kemudian memutuskan untuk mendirikan perkebunan-perkebunan teh skala besar di koloni-koloni mereka di daerah tropis.
Orang Indonesia memulai produksi teh pada tahun 1700-an, tanaman teh diperkenalkan melalui kolonialisme Belanda.Dataran tinggi yang dingin merupakan tempat paling baik untuk memproduksi daun teh berkualitas tinggi.
Tanaman teh dapat dipanen untuk pertama kalinya setelah mencapai usia kira-kira empat tahun. Ketika panen, hanya daun-daun muda yang dipilih, mengimplikasikan bahwa pemetikan manual lebih efisien dibandingkan menggunakan peralatan mesin. Karenanya, produksi teh adalah bisnis padat tenaga kerja.
Namun teh Indonesia tidak begitu terkenal di mata dunia jika dibandingkan dengan kopi. Berdasarkan data dari BPS(Statistika Indonesia 2019), pada tahun 2018 produksi teh Indonesia mencapai 141.300 ton dan yang di ekspor sebesar 49.000 ton, berarti Indonesia mengekspor 34,67% dari total produksi teh.
Sedangkan pada tahun 2018 produksi kopi Indonesia mencapai 722.500 ton dan yang diekspor sebesar 277.411,2 ton, berarti Indonesia mengekspor 38,39% dari total produksi kopi. Dari data di atas dapat di lihat bahwa potensi ekspor kopi lebih besar daripada teh, hal ini menunjukkan bahwa kopi lebih diminati daripada teh.
Dapat dilihat juga, bahwa pada tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negara penghasil kopi terbesar di dunia sedangkan Indonesia hanya menduduki peringkat ke-7 sebagai negara penghasil teh terbesar di dunia.
Salah satu penyebab teh Indonesia tidak begitu terkenal adalah teh Indonesia kurang berkarakter atau kurang memiliki ciri khas, sedangkan kopi Indonesia memiliki ciri khas tersendiri, seperti kopi arabika dari Toraja dan robusta dari Lampung.
Sejak dulu pembibitan teh Indonesia hanya berasal dari satu sumber dan serempak, seperti pada tahun 1990-an menggunakan bibit teh dari Sri Lanka yaitu TR1.
Hal ini menyebabkan sulitnya memetakan karakter atau ciri khas teh Sumatra seperti apa, teh Jawa Barat seperti apa, dan yang lainnya. Jadi pada akhirnya teh Indonesia hanya menjadi teh campuran saja, tidak berdiri sendiri sebagai teh Indonesia atau single origin.
Pasti terbesit di pikiran kita, bagaima caranya mengembangkan teh dengan karakter yang berbeda dari kebun-kebun teh yang lain?
Indikasi geografis bisa menjadi rujukan mengenai reputasi, kualitas, dan karakteristik spesifik bagi produk teh. Saat ini baru satu produk teh Indonesia yang mempunyai daya saing terbaik yaitu Teh Java Preanger yang sudah mendapat sertifikasi Indikasi Geografis.
Selama lima tahun ini Indonesia sudah mengupayakan perhatian dan komitmen dalam bentuk pengembangan komoditas perkebunan sangat tinggi terutama untuk mengangkat produksi teh nasioal.
Selama 2014-2019 untuk pengembangan teh, Ditjen Perkebunan sudah mengalokasikan pengembangan teh seluas 11.310 hektare yang terdiri dari intensifikasi 6.870 hektare dan rehabilitasi 4.440 hektare.
Salah satu lokasi pengembangan tersebut adalah Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi produksi teh nasional mencapai 71%. Kebijakan Ditjen Perkebunan kedepannya adalah untuk mempertahankan areal teh nasional sekaligus meningkatkan produktivitas dan mutunya.
Semoga kedepannya akan lebih banyak kebun yang membuat spesialisasi dari tehnya masing-masing sehingga layak jual sebagai teh Indonesia yang berdiri sendiri dan kiat terkenal di mata dunia seperti kopi Indonesia. (*)