MELAWI – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Melawi, Joko Wahyono ditemui di ruangan kerjanya belum lama ini mengatakan, pada tahun 2018 ini Melawi mendapatkan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik kurang lebih sebesar Rp. 31 Milyar. Dana tersebut diperuntukan untuk pembangunan atau perehaban ruang kelas, hingga peningkatan sarana dan prasarana, seperti perpustakaan dan toilet di 130 sekolah yang tersebar di Melawi.
Joko mengatakan, calon penerima sudah tandatangani MoU karena pelaksanaan proyek dilakukan dengan swakelola oleh kepsek bersama komite sekolah. “Untuk MoU yang sudah lengkap, kita minta pencairan 25 persen sebagai uang muka, agar sekolah bisa mengerjakan DAK tahun ini,” terangnya.
Joko menjelaskan, DAK Fisik terbagi dalam dua jenis, yakni DAK Reguler dan DAK Afirmasi. Kalau yang regular ini bisa digunakan untuk membangun ruang kelas baru, rehab ruang sekolah, bangun perpustakaan, laboratorium sampai toilet siswa. “Sementara untuk DAK Afirmasi bisa dipergunakan untuk membangun atau merehab rumah guru yang ada di sejumlah daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, untuk DAK Afirmasi, fungsinya lebih diarahkan pada sekolah-sekolah yang berada di daerah sangat tertinggal. Dimana sangat membutuhkan peningkatan sarana dan prasarana. “Alokasi DAK Afirmasi memang difokuskan pada daerah tertinggal,” ungkapnya.
Joko menjelaskan, untuk penetapan sekolah yang akan mendapatkan DAK tentu sudah dibuat perencanaan sejak tahun lalu. Menurutnya, penentuan sekolah yang bisa mendapatkan dana tersebut tidak hanya berdasarkan usulan Disdikbud, tapi juga ada campur tangan dari Kemendikbud.
“Data pengusulan tersebut menggunakan data Pokok Kependidikan (Dapodik). Jadi dari rencana usulan yang kita sampaikan, ada beberapa yang meleset dan keluar dari rencana usulan. Karena ada data yang tidak sinkron, karena sekolah tidak mengerti mengisi Dapodik,” ujarnya.
Joko menuturkan, Dapodik menjadi satu data utama sebagai rujukan pemerintah untuk menentukan apakah sekolah ini layak untuk direhab atau ditambah ruangan belajarnya. Dalam data ini juga memuat kondisi bangunan apakah masih layak, rusak berat atau rusak ringan.
“Banyak sekolah kita yang tidak paham mengisi Dapodik. Ada yang hanya memiliki tiga lokal belajar, tapi di dalam Dapodik diisi enam. Ada juga yang tidak paham nomenklatur, kemudian ada sekolah yang datanya tidak valid juga sehingga ditunda penyaluran DAK fisiknya,” keluhnya.
Karena itu, untuk melaporkan sekolah mengalami kerusakan, tidak hanya bisa disampaikan ke dinas. Ruang yang rusak itu difoto dan diupload ke dalam Dapodik. “Maka Kepsek harus teliti isi dapodik,” pungkasnya. (Ed/KN)