MELAWI,KN-Samboja Inti Perkasa (SIP) di Desa Pemuar, Kecamatan Belimbing kembali beroperasi. Pabrik sawit yang sempat bermasalah ini diketahui cukup sekian lama mengalami kevakuman. Mengetahui perohal beroperasinya kembali pabrikk sawit tersebut, Anggota DPRD Melawi melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak). Sidak tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD, Abang Tajudin bersama Ketua Komisi III yang membidangi persoalan perkebunan, Malin dan sejumlah anggota DPRD lainnya, didampingi perwakilan Pemkab yakni Dinas Pangan dan Perkebunan serta Dinas Lingkungan Hidup, Senin (19/8).
Tajudin mengungkapkan sidak ini bertujuan untuk melihat kondisi pabrik yang sudah kembali aktif beroperasi setelah sempat menjadi perhatian khusus melalui Pansus DPRD Melawi tahun lalu. Tajudin memaparkan saat proses penyelidikan oleh Pansus DPRD tahun lalu, legal formal perusahaan sempat menjadi persoalan karena masih berproses. Selain itu pula, Ia meminta agar ada antisipasi dari pabrik PT SIP terkait kemungkinan munculnya polusi udara, serta bau yang bisa mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pabrik.
“Ada juga keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan setelah pabrik ini kembali beroperasi. Kita juga sejauh ini belum menerima laporan lengkap terkait proses AMDAL dan proses perizinan lainnya. Karena itu kita coba klarifikasi dari perusahaan terkait hal tersebut. Dari hasil sidak ini nantinya akan menjadi dasar kami membuat kesimpulan yang akan dibahas beberapa hari kedepan. Juga berkaitan dengan soal kewajiban PT Samboja menyediakan lahan minimal 20 persen dari kapasitas pabrik. Informasinya kan mereka masih dalam proses penyiapan lahan, nah kita sendiri belum melihat langkah konkritnya,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Perkebunan Dispanbun Melawi, Herri Purwanto mengungkapkan bahwa untuk izin pendahuluan dan izin lokasi PT SIP sudah dipenuhi. Termasuk pabrik sawit tersebut sudah mengantongi IUP-P dari bupati yang menjadi izin untuk beroperasi.
“Untuk mengeluarkan IUP-P ini ada 14 poin yang harus dipenuhi. Salah satunya izin lingkungan. Proses penerbitan IUP ini sudah dilaksanakan dengan berbagai catatan. Sementara memang kewajiban memiliki lahan sebesar 20 persen untuk menyuplai bahan baku pabrik sawit ini terkendala karena adanya perubahan regulasi,” katanya.
Menurut Herri, PT SIP memang awalnya direncanakan merupakan pabrik sawit tanpa kebun. Aturan ini mengacu pada Permentan nomor 29 tahun 2016 dimana dalam peraturan tersebut bisa dibangun pabrik tanpa adanya kebun.
“Namun kemudian direvisi kembali aturan ini dalam Permentan nomor 21 tahun 2017 dimana pabrik sawit yang mengantongi IUP wajib menyiapkan lahan minimal 20 persen. Sementara PT SIP sudah terlebih dahulu berdiri saat masih menggunakan Permentan nomor 29 ini,” paparnya.
Akhirnya, setelah berkonsultasi dengan Dirjen Perkebunan, kata Herri, akhirnya disepakati melalui kajian teknis bahwa perusahaan diberikan kesempatan selama tiga tahun untuk menyiapkan kebun. Dalam beroperasi, pabrik PT SIP juga mesti memperhatikan sumber buah sawit yang akan diolah.
“Dia tentunya tak boleh mengambil dari kebun mitra perusahaan lain yang berdekatan dengan wilayah pabrik agar tidak mengganggu. Tapi bisa bekerja sama dengan petani swadaya dengan jarak maksimal 30 km dan masih berada dalam satu kabupaten,” jelasnya
Sementara itu, Manajer Pabrik PT SIP, Tauhid Hidayat mengungkapkan untuk izin operasinal perusahaannya sudah mengantonginya. Sedangkan, untuk AMDAL, diakuinya masih dalam proses. Namun, ia mengatakan upaya mengantisipasi agar limbah pabrik tak mencemari lingkungan sudah dilakukan berbagai upaya.
“Bisa dilihat kolam limbah kita ada 14. Disisi kolam sudah dibuat dinding sehingga bila ada tetesan minyak, tak akan keluar dari kolam. Secara total area luasan pabrik mencapai 40 ribu meter persegi,” katanya.
Tauhid juga mengatakan, sudah ada drainase domestik yang akan menampung air hujan serta drainase yang untuk menampung limbah pabrik yang akan di recycle. Soal dampak lingkungan seperti bau hingga kebisingan, menurutnya sebenarnya bisa diminimalisir dengan teknologi yang ada. “Sekarang limbahnya sudah tidak ada bau sama sekali. Bau bisa dikendalikan. Termasuk suara kebisingan bisa direduksi sehingga kebisingannya jauh menurun,” katanya.
Terkait soal kewajiban perusahaan untuk menyediakan lahan minimal 20 persen, diterangkan Tauhid sudah dilakukan langkah, diantaranya dari PT BPK untuk menyuplai buah. “Ada juga yang sedang berproses untuk mencari lahan baru untuk kebun sawit. Karena manajemen ini kan baru berganti. Kita baru masuk pada Mei tahun ini,” pungkasnya. (ed/KN)