Pertamina disarankan mengatur kembali kebijakan penyaluran/pemberian jatah Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan non subsidi pada Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Provinsi Kalimantan Selatan. <p style="text-align: justify;">Saran itu dari Ketua Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) H Puar Junaidi, di Banjarmasin, Jumat, terkait permasalahan BBM di provinsi yang terdiri 13 kabupaten/kota tersebut.<br /><br />Ketua Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi (termasuk BBM), serta perhubungan itu, menyarankan, Pertamina agar melakukan analisis secara seksama sebelum memberikan izin atas berdirinya sebuah Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU).<br /><br />"Analsis itu termasuk dalam kebijakan penyaluran/pemberian jatah BBM bersubsidi atau non subsidi pada SPBU tersebut," lanjutnya didampingi Wakil Ketua DPRD Kalsel, Fathurrahman dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).<br /><br />Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel itu, analsis terhadap SPBU selaku perpanjangan jangan Pertamina dalam menyalurkan BBM tersebut, perlu.<br /><br />Sebagai contoh, SPBU yang berada dekat/sekitar muara tambang atau di kawasan sunyi penduduk, tak perlu Pertamina mengasih jatah penyaluran BBM bersubsidi, seperti solar.<br /><br />"Karena dikhawatirkan terjadi penyimpangan peruntukan, terhadap solar bersubsidi yang ada pada SPBU dekat/sekitar muara tambang," ujar mantan Ketua Komisi A (kini I) bidang hukum dan pemerintahan DPRD Kalsel tersebut.<br /><br />"Penyimpangan peruntukan dimaksud, yaitu solar bersubsidi yang semestinya untuk kepentingan umum, bisa menjadi keperluan kegiatan pertambangan yang notabene bisa dikategorikan industri," lanjutnya.<br /><br />Kalau penyimpangan peruntukan itu terjadi, lanjut anggota DPRD Kalsel dua periode dari Partai Golkar tersebut, Pertamina memang tidak rugi, tapi rakyat yang dirugikan dan perusahaan yang mendapat keuntungan.<br /><br />"Sebab harga solar bersubsidi jauh berbeda dengan non subsidi (yang diperuntukan untuk industri), yaitu per liternya berbanding Rp4.500,00 : Rp9.000,00," ungkapnya.<br /><br />Karenanya, politisi senior Partai Golkar itu, menyarankan, SPBU dekat/sekitar mulut tambang cukup diberi melayani BBM non subsidi dan sebaliknya BBM bersubsidi pada SPBU daerah perkotaan.<br /><br />Selain itu, dalam kondisi BBM seperti belakangan, maka pembatasan pengisian kendaraan bermotor, merupakan kebijakan yang tepat, untuk sementara waktu, guna menghindari antrean panjang di SPBU, yang bisa mengganggu kelancaran lalu lintas umum, demikian Puar. <strong>(phs/Ant)</strong></p>