ARTIKEL – Revisi tentang undang-undang pemberantasan korupsi saat ini bukanlah upaya pertama
untuk memberantasan korupsi, korupsi sering kali dilakukan para pemegang jabatan yang
kepentingannya terganggu KPK. Koruptor akan selalu menghalalkan segala cara untuk terus
melakukan aksinya. Sistem politik di Indonesia bisa dibilang sangat memudahkan para
penjabat ke prilaku korup, hal ini mengakibatkan banyaknya koruptor di era pemerintahan dari
dulu hingga saat ini.
Kasus korupsi kini sama seperti jaring laba-laba menyelinap diseluruh sudut-sudut
rumah. Para pejabat negri seringkali merendahkan dirinya dengan cara menghambat harta
benda kaum rakyat kecil demi untuk menuruti nafsu rakusnya. Mereka memakai uangnya untuk
kepentingan mereka sendiri ketika kebanyakan dari kita sedang mati-matian bertahan
memenuhi keutuhan-kebutuhan pokok. Inilah kenyataannya pahit yang harus diterima rakyat
indonesia khususnya kaum menengah kebawah.
Umumnya, pelaku utama kejahatan korupsi adalah pejabat dalam suatu institusi,
maupun seorang pengusaha. Penegakan hukum di Indonesia saat ini masih dianggap lemah,
seperti istilah ‘Runcing ke Bawah, Tumpul ke Atas’. Artinya, mereka yang memiliki jabatan
atau kekuasaan aman dari gangguan hukum, sedangkan yang lemah dihukum seberat-beratnya.
Sudah menjadi rahasia umum para aparat penegak hukum menerima suap atau janji dari para
koruptor untuk memenangkan perkaranya sehingga bertentangan atas kewajibannya.
Mungkin dari kita sering bertanya-tanya “mengapa para pejabat yang sudah kaya tetap
melakukan korupsi?” tentu saja alasannya karena mereka merasa mempunyai kekuatan dan
merasa tidak akan pernah ketahuan, selain itu juga adanya sifat serakah dan tidak akan pernah
cukup akan sesuatu juga menjadi faktor utama para koruptor ini menjalankan aksinya. Bahkan
wakil ketua KPK pernah mengatakan “Korupsi di Indonesia itu Lumrah! Dan Koruptor Yang
Tertangkap Itu Lagi Apes”.
Sebagai contoh bahwa hukum atau Undang-undang diindonesia tajam kebawah tumpul
keatas adalah kasus pengurangan hukuman Anas Urbaningrum. Ia di pidana selama 14 tahun
atas kasus suap Hambalang, namun dikurangi menjadi 8 tahun pada September 2020 silam.
Berikutnya ada Jaksa Pinangki yang terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan
fatwa Mahkamah Agung (MA). Ia divonis hukuman 10 tahun penjara, namun baru-baru ini
dikurangi menjadi 4 tahun penjara. Sedangkan hal ini berbalik dengan kasus Nenek Asyani
yang terjadi pada 2015 silam. Meskipun telah membantah tuduhan tersebut, tetapi hakim
memvonis 1 tahun penjara atas pencurian kayu milik Perhutani.
Korupsi sudah menjadi penyakit yang cukup akut, hal ini terbukti dengan banyaknya
perkara yang banyak menjerak oknum pejabat pusat atau daerah baik pejabat tinggi maupun
rendah, baik para petinggi negri maupun sampai kelembaga terkecil seperti kepala desa.
Perkembangan tindak pidana korupsi ini terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah
kasus yang terjadi, dan jumlah kerugian keuangan negara. Dalam segi kualitas tindak pidana
korupsi yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya mencakup seluruh aspek
kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan nasional tetapi juga kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis akan membawa dampak yang
besar terhadap perkembangan suatu bangsa, sehinga harus diberantas dengan upaya luar biasa
dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia bukan saja telah
membudaya, tetapi juga sudah menjadi kejahatan atau tindak pidana yang terorganisasi yang
berdimensi internasional, maka diperlukan upaya luar biasa untuk memberantasnya.
Demikian penjelasan penulis mengenai lemahnya hukum bagi para Koruptor di
Indonesia, hukum yang seperti nya tumpul keatas dan tajam kebawah ini membuat para oknum-
oknum tidak segan atau takut dalam melancarkan aksi biadap mereka, semoga artikel bertema
“Korupsi” ini bisa diterima, selain ingin mengangkat berita korupsi, penulis juga sekaligus
ingin mempermasalahkan tentang hukuman bagi para koruptor, dimana para pelaku koruptor
memiliki hukuman yang tidak bisa dianggap berat, bahkan sel/rumah tahanan mereka terlihat
lebih baik ketimbang para pelaku kejahatan lainnya. ( Holis Setyo Budi, Mahasiswa Teknik
Pertanian Universitas Jambi).