Tanjung Selor, KN – Pupus sudah harapan Warga Sungai Malinau berjuang di DPRD Provinsi Kalimantan Utara. Mereka mengaku terluka. Gubernur Kaltara dan Bupati Malinau yang diharapkan hadir di gedung dewan, tidak kelihatan batang hidungnya.
“Kami ingin mendengar langsung penjelasan dari para pemimpin kami. Bagaimana mereka mengatasi pencemaran Sungai Malinau. Apa langkah mereka memperbaiki jalan. Tapi lihat sendiri, diundangan DPRD pun mereka tidak mau hadir. Kami kecewa,” ujar Aswan, Ketua LMND, Kaltara yang ikut mendampingi warga Malinau Selatan.
Seperti diketahui, Senin (8/8) untuk ketiga kalinya ratusan warga Malinau Selatan mendatangi gedung DPRD Provinsi Kaltara di Tanjung Selor. Warga ini hadir ingin menyaksikan langsung Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dengan Gubernur Kaltara dan Bupati Malinau.
RDP ini menindaklanjuti hasil rapat dewan dengan Tim Peduli Sungai Malinau terkait pencemaran yang disinyalir dilakukan PT KPUC 1 Agustus lalu.
Namun saya, keinginan DPRD mendengar langsung dari Gubernur bertepuk sebelah tangan. Gubernur hanya mengutus staf dari DPUTR dan Dinas ESDM. Sedangkan Kepala Dinas LH yang juga ditunggu masyarakat juga tidak hadir.
“Kami sudah melayangkan surat sejak tangga 4 Agustus lalu,” kata Ketua DPRD Albert Baya.
Hal yang sama dipertontonkan oleh Bupati Malinau Wempi W Mawa terhadap warganya dengan menolak hadir pada agenda tersebut. Ketidakhadiran Wempi ini berdasarkan surat yang dibacakan salah satu anggota dewan. Isinya, bupati tidak akan hadir dan tidak juga mengirim utusan dalam RDP.
Jadilah rapat itu tidak menghasilkan keputusan apa pun.
“Kita bisa lihat sendiri sikap Gubernur sama Bupati. Sepertinya tidak ada niat ingin menyelesaikan masalah ini,” teriak salah seorang warga.
Warga yang merasa tidak mendapat jalan keluar pun mengancam akan mengambil langkah sendiri.
“Kami sudah sepakat akan menutup jalan menuju tambang. Nda bisa sudah kita berharap dari mereka. Biarlah kami berjuang dengan cara kami sendiri,” kata Elisa Lungu Ketua Tim Peduli.
Sementara itu, sebelum mengikuti RDP, yang juga didampingi puluhan mahasiswa itu melakukan aksi long march. Sampai di depan gedung dewan secara bergantian perwakilan warga melakukan orasi.
Lebih lanjut, Mina Kades Long Loreh berbicara menggunakan pengeras suara. Kades perempuan ini sampai menitikkan air mata.
“20 tahun lebih kami hidup begini. Makan debu, air bersih susah. Tapi mereka tidak peduli. Giliran nyari suara menjelang Pilkada, Pemilu baru mereka datangi warga. Catat omongan saya, kami tidak akan lagi pilih kalian,” teriak Mina lantang sambil bercucuran air mata.(*)