SINTANG, KN – Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri mengatakan, bahwa terdapat satu desa di Kabupaten Sintang wilayahnya masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan, dan parahnya masyarakat setempat awalnya tidak mengetahui itu.
“Itu terjadi di Desa Batu Ampar, Kecamatan Ketungau Hilir. Hal tersebut sudah berjalan belasan tahun. Padahal tanah itu milik masyarakat dan mereka mengakui tidak pernah menyerahkan lahan mereka itu ke pihak perushaan. Sungguh sangat kita sayangkan,” ujar Heri Jambri.
Diceritakan Jambri, persoalan itu diketahuinya saat melakukan reses di sana. Tanah masyarakat baru diketahui masuk HGU setelah desa di sana mendapat program tower mini dari pemerintah. Saat hendak penghibahan lahan dan akan melaksanakan kegiatan pembangunan, ternyata tanah tempat mereka mau mendirikan tower mini itu masuk HGU.
“Alhasil mereka tidak bisa melaksanakan kegiatan karena harus minta izin dulu dengan pihak perusahaan. Padahal kalau dipikir-pikir itu merupakan tanah masyarakat,” tuturnya.
Berangkat dari masalah itu, akhirnya terbongkar semua bahwa satu desa di sana masuk kawasan HGU. Karena saat warga di sana mau membuat sertifikat tanah juga tidak bisa. Yang anehnya lagi kata Jambri, tanah yang masuk dalam kawasan HGU itu belum digarap sama sekali oleh perusahaan.
“Padahal tanah itu masih utuh belum digarap oleh perusahaan. Jadi kalau kita ikut secara aturan hukum, bahwa masyarakat di sana tinggal di HGU-nya perusahaan. Bayangkan saja satu desa, termasuk di situ sekolah, kantor desa semuanya masuk HGU,” terangnya.
Maka dari itu, Politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini merasa prihatin dengan kondisi ini. Bahkan menurutnya ini suatu kasus yang sangat menyedihkan.
“Ini baru satu desa yang kita ketahui dan nyata kita temukan. Bisa saja ada lagi desa-desa lain yang lahan masyarakat masuk HGU tanpa kita ketahui,” terangnya.
Oleh karena itu, melalui tiga Raperda inisiatif dewan yang saat ini sedang digarap oleh DPRD Sintang, dapat melindungi hak-hak masyarakat, karena di situ ada terkait dengan tanah-tanah milik masyarkat, apapun itu namanya apakah tanah ulayat, tanah adat harus dipetakan. Terkait yang sudah terjadi mesti ada kewenangan untuk melepaskan kembali.
“Kita juga minta dari pihak akademisi Universitas Tanjung Pura (Untan) Pontianak yang hadir saat diskusi publik terkait Raperda inisiatif DPRD ini dapat memberikan masukan, karena pembahasan Raperda ini masih dalam masukan publik, silahkan kita buat masukan di sini supaya saat jadi Perda nanti betul-betul berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat untuk melindungi hak-haknya,” pungkasnya. (pul)